ZENOSPHERE
science, philosophy, and cultural menagerie
Monthly Archives: Juni 2014
Mesin Kalor dari Alexandria
Juni 27, 2014
Posted by pada Di dunia sehari-sehari, kita terbiasa melihat mesin. Mulai dari mobil, motor, hingga yang berskala besar seperti pabrik. Namanya mesin tentu bisa bergerak dengan sendirinya. Ada yang menggunakan tenaga bensin, tenaga solar, hingga yang agak lawas seperti tenaga uap.
Nah, dalam dunia fisika, berbagai mesin di atas termasuk dalam keluarga mesin kalor. Mesin kalor adalah mesin yang bekerja dengan prinsip pemanasan dan pembakaran. Apabila mesinnya menyala, suhunya akan meningkat, lalu suhu yang tinggi itu dikonversi menjadi energi gerak.
Sebagai contoh mesin motor dua tak. Mesin ini bergerak dengan tenaga bensin. Sebuah kompartemen akan dipenuhi uap bensin, lalu uap itu dipantik menggunakan busi. Dalam sekejap timbul letupan: uap bensinnya terbakar, suhunya jadi meningkat, kemudian udara dalam mesin memuai dengan cepat. Pemuaian-mendadak ini menghasilkan energi berupa tekanan; tekanan itu lalu dipakai untuk menggerakkan mesin.
Animasi mesin dua tak. Di bagian atas busi memantik uap, memicu pergerakan mesin.
(image credit: Wikimedia Commons)
Nah, kira-kira demikian contoh penerapan mesin kalor. Mesin kalor adalah mesin yang mengubah energi panas menjadi gerak. Tidak peduli bahan bakarnya uap, bensin, atau solar — asalkan memakai pemanasan dan pemuaian, maka termasuk mesin kalor.
Biasanya, kalau kita mendengar istilah “mesin”, yang terbayang adalah kesan modern. Seolah-olah cuma ada di abad perindustrian. Meskipun demikian mesin kalor sebenarnya sudah sangat tua. Prinsipnya sudah diketahui jauh sebelum Revolusi Industri. Seberapa jauhnya? Well…
Sebagian pembaca mungkin akan terkejut, akan tetapi mesin kalor sudah ada di Yunani abad pertama Masehi. Atau dalam istilah sejarahnya, Periode Hellenistik.
Mengenai mesinnya sendiri cukup banyak dan bervariasi. Salah satu di antaranya, yang cukup fenomenal, adalah mesin uap sederhana buatan Heron dari Alexandria. Dapat dibilang bahwa peradaban Yunani zaman itu telah memahami dasar-dasar keteknikan.
From Public Domain: “Stories from the Arabian Nights”, by Housman & Dulac (1907)
Juni 21, 2014
Posted by pada Hampir semua orang, baik di Indonesia maupun luar negeri, pernah mendengar tentang Kisah Seribu Satu Malam. Disebut seperti itu karena — konon — kisahnya diceritakan berantai selama 1001 malam.
Setiap hari menjelang subuh, Permaisuri Syahrazad akan membangunkan suaminya, Sultan Syahriar. Syahrazad lalu akan menuturkan berbagai cerita fantastis. Ada yang melibatkan jin, monster, penyihir… pokoknya, mengandung elemen ajaib. Meskipun demikian ada ketentuannya. Jika matahari sudah terbit maka Syahrazad akan berhenti dan melanjutkan cerita malam besoknya.
Mengapa begitu? Karena Syahrazad aslinya berusaha menyelamatkan nyawa. Syahriar diceritakan sebagai Sultan yang benci pada wanita; dia dikhianati oleh mantan istrinya yang berselingkuh dengan budak. Karena dibutakan dendam Syahriar memutuskan: setiap hari dia akan menikahi seorang gadis, lalu esok harinya, gadis itu akan dieksekusi. Begitu terus hingga Syahrazad — putri seorang Wazir — mengajukan diri jadi istri Sultan. Dia berencana mengalihkan perhatian Sultan selama mungkin sambil melindungi perempuan negerinya.
Nah, dengan latar belakang itulah, kisah Seribu Satu Malam dimulai. Syahrazad yang cerdas mengatur agar cerita berakhir menggantung setiap malam. Sultan yang tertarik kemudian menunda eksekusi Syahrazad selama satu hari. Lalu di malam berikutnya Syahrazad akan menutup cerita, memulai yang baru, dan membuatnya menggantung lagi. Demikian seterusnya hingga tercapai angka “Seribu Satu Malam”.
Alhasil, tidak aneh jika versi lengkap, total jenderal, jumlah-jamleh dari Kisah Seribu Satu Malam luar biasa tebal. Terjemahan Richard Burton misalnya terdiri atas 10 volume (!!). Akan tetapi yang akan kita review bukan versi lengkap — melainkan versi ringkas untuk pembaca umum.
- Judul: Stories from the Arabian Nights
- Penulis: Laurence Housman (penyunting), Edmund Dulac (ilustrasi)
- Penerbit: Hodder and Stoughton, Ltd.
- Tebal: 319 halaman
- Tahun: 1907
Fun with Math: Berkenalan dengan Fraktal
Juni 18, 2014
Posted by pada Sambil memulai tulisan ini, mari kita gambar sebuah segitiga.
Lalu di setiap sisi segitiga itu, kita tambahkan bentuk segitiga yang sama. (Ukuran dibuat lebih kecil)
Proses ini terus kita ulangi. Di setiap sisi kita tambahkan segitiga lagi…
…dan lagi…
…dan lagi. Hasil akhirnya akan jadi seperti berikut:
Dari yang tadinya cuma segitiga, kini jadi bentuk yang kompleks. Bentuk ini seolah mirip bunga salju yang mendetail. Hebat bukan? 😀
Nah, yang baru kita gambar di atas itu disebut sebagai fraktal. Fraktal adalah bentuk geometri yang dibangun lewat instruksi sederhana tapi berulang. Semakin banyak perulangan maka semakin detail gambar yang dihasilkan.
Jejak Langkah Prometheus Amerika
Juni 10, 2014
Posted by pada Alamogordo, terletak di negara bagian New Mexico, Amerika Serikat, bukan sebuah kota besar. Meskipun demikian itu tidak membuatnya gagal terlibat dalam sejarah.
Pada tanggal 12 Juli 1945, sebuah gurun di wilayah itu terpilih jadi situs uji ledak bom atom pertama di dunia. Ujicoba itu diberi nama “Trinity“. Detik-detik yang menentukan terjadi menjelang subuh: hampir saja acara dibatalkan, sebab badai petir tak kunjung usai. Meskipun begitu cuaca akhirnya kondusif, dan percobaan jalan terus.
Tepat pukul 5:30 pagi, seberkas kilat muncul di cakrawala, terlihat hingga 200 kilometer jauhnya. Cahaya putih memenuhi langit. Udara mendidih. Pasir melepuh berubah menjadi kuarsa. Satu menit kemudian: bunyi ledakan maha dahsyat menyebar, bersama dengannya membawa debu, tanah, dan berbagai serpihan hewan dan tumbuhan. Udara terionisasi membentuk awan ungu. Petir terlontar susul-menyusul. Letusan bom atom pertama sudah terjadi — dan begitu mengerikan.
Inilah ujicoba Trinity, buah dari megaproyek milyaran dolar bernama “Proyek Manhattan“. Sepanjang periode 1942-1945, ribuan personel sipil dan militer berkejaran dengan waktu, berharap agar mereka tidak kalah cepat dari Nazi Jerman. Sebagaimana dicatat sejarah, mereka berhasil. Kesuksesan Trinity sekaligus menandai dimulainya era energi nuklir.
Reaksi yang sebelumnya hanya ada di matahari dan bintang kini terwujud di bumi. Manusia telah mampu mengolah energi atom.
Bola api Trinity, 0.05 detik sesudah ledakan
(photo credit: Atomic Archive)
Meskipun demikian, layaknya penemuan besar, Trinity tidak datang — dan pergi — tanpa kontroversi. Dia dilahirkan oleh para pemikir paling cemerlang semasa Perang Dunia II. Ironisnya adalah bahwa banyak di antara mereka, para ilmuwan itu, justru kecewa dan menolak berurusan dengannya. Termasuk di antaranya sosok yang akan jadi tema tulisan kali ini.
Ibaratnya Trinity seperti bayi terlahir sungsang. Dia dibutuhkan sebagai senjata perang, akan tetapi, dia sulit mendapat tempat di dunia yang damai. Mengenai hal ini akan kita lihat di bagian selanjutnya.
Recent Comments